Halo, Sobat Bang Firman’s Blog!
Disadari atau tidak, hingga saat ini Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) dan penyandang disabilitas mengalami berbagai tantangan dan kesulitan tatkala kembali terjun ke masyarakat.
Sebagai informasi, penyakit kusta (Morbus Hansen) sendiri merupakan salah satu penyakit yang ditakuti oleh masyarakat sampai saat ini, baik keluarga, termasuk sebagian dari petugas kesehatan, yang disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan kepercayaan yang keliru terhadap penderita kusta dan kecacatan yang terjadi.
Berbagai bentuk stigma mereka alami, meskipun sudah menjalani pengobatan dan sembuh dari kusta, mereka tetap terjebak dalam lingkaran diskriminasi, salah satu dampaknya OYPMK dan penyandang disabilitas kesulitan mendapat pekerjaan.
Beberapa stigma yang masih berkembang hingga kini di masyarakat adalah penyandang disabilitas (termasuk OYPMK) dianggap sebagai kelompok yang tidak produktif, tidak memiliki kemampuan yang layak, serta adanya kekhawatiran kerugian materil perusahaan dalam menyediakan aksesibilitas di tempat kerja menjadi salah satu hambatan yang ditemukan dari sisi penyedia kerja, dan lain sebagainya.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa seharusnya bekerja dan mendapat penghidupan yang layak merupakan hak bagi semua orang, tanpa terkecuali. Penyandang disabilitas dan OYPMK pun berhak untuk bekerja sesuai dengan skill atau keahlian dan latar belakang pendidikan yang mereka miliki.
Lalu, mengapa hingga saat ini persoalan akses pekerjaan bagi OYPMK dan penyandang disabilitas masih terus terjadi? Bagaimana upaya pemerintah dalam hal ini Kemensos serta sektor swasta dalam mendukung terwujudnya akses pekerjaan bagi OYPMK dan penyandang disabilitas?
Nah, untuk menjawabnya, pada hari Kamis tanggal 30 Juni 2022 yang lalu, saya berkesempatan untuk menyimak acara Diskusi Ruang Publik KBR yang ditayangkan secara live streaming di kanal Youtube Berita KBR.
Tema pembahasan yang diusung pada kesempatan kali ini adalah Rehabilitasi Sosial yang Terintegrasi untuk OYPMK dan Disabilitas Siap Bekerja.
Dalam acara online yang dipandu oleh Mbak Ines Nirmala tersebut, juga turut hadir dua orang narasumber yang cukup kompeten dan sesuai dengan tema yang diangkat. Narasumber yang pertama adalah Ibu Sumiatun, S.Sos., M.Si dari Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kemensos.
Sementara itu, narasumber kedua adalah Mbak Tety Sianipar selaku Direktur Program Kerjabilitas. Sekadar informasi, yang dimaksud kerjabilitas sendiri adalah jaringan sosial karier yang menghubungkan penyandang disabilitas dengan penyedia kerja inklusi di Indonesia.
Jujur, bagi saya pribadi pembahasan tentang peluang dan kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas dan Orang Yang Pernah Menderita Kusta (OYPMK) ini sangat menarik dan menggugah rasa keingintahuan saya.
Faktanya, sebenarnya Pemerintah sendiri sudah mengeluarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Undang-undang ini diciptakan untuk melindungi kaum disabilitas dari segala bentuk ketidakadilan, kekerasan, dan diskriminasi. Undang-undang ini juga menjamin hak-hak para penyandang disabilitas, termasuk hak untuk mendapatkan pekerjaan.
Perlu diketahui bersama, Kemensos RI ternyata juga memiliki program ATENSI atau Asistensi Rehabilitasi Sosial untuk mendukung pemenuhan kebutuhan hidup layak bagi anak, lansia, penyandang disabilitas, tuna sosial, korban perdagangan orang, serta korban narkoba.
“Penyandang disabilitas ini memerlukan hard skill dan soft skill untuk memasuki dunia kerja. Rehabilitasi sosial dilakukan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan disabilitas yang mengalami disfungsi sosial agar bisa melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.” ungkap Sumiatun.
Namun selain itu, jika kita berkaca pada apa yang terjadi di lapangan, selama ini justru kebanyakan penyandang disabilitas bekerja di sektor nonformal.
Mengapa demikian? Padahal, para penyandang disabilitas itu bukannya tidak berpendidikan. Sebagian di antara mereka bahkan memiliki ijazah S1. Hanya karena keterbatasan fisiklah akhirnya yang membuat mereka tidak bisa bekerja di sektor formal.
“Tidak ada yang salah dengan bekerja di sektor nonformal. Banyak teman disabilitas yang memilih jalur pekerjaan nonformal karena hanya itu yang tersedia. Dari asas keadilan, itu jelas tidak berperikeadilan.” ujar Tety Sianipar.
Berangkat dari hal tersebutlah, akhirnya Tety Sianipar dan rekan-rekannya terketuk pintu hatinya untuk membuat Kerjabilitas. Tujuannya tak lain yaitu untuk membantu para penyandang disabilitas dan OYPMK yang memiliki keahlian dan keterampilan untuk bekerja di sektor formal.
Penutup
Dalam proses OYPMK dan penyandang disabilitas mempersiapkan diri untuk produktif dalam bekerja, tidak jarang ditemukan kesulitan dalam mengembangkan diri dan kemampuan karena keterbatasan dan kurangnya dukungan sosial dari masyarakat dan juga karena tidak teraksesnya rehabilitasi sosial yang sangat diperlukan untuk meningkatkan fungsi sosial pada OYPMK dan penyandang disabilitas secara optimal dan membantu proses integrasi sosial penyandang disabilitas di masyarakat.
Maka dari itu, semoga dengan semakin banyaknya rehabilitasi sosial yang terintegrasi untuk OYPMK dan disabilitas, akan semakin besar dan terbuka lebar pula kemudahan dan kesempatan mereka dalam menerima pekerjaan di berbagai sektor, baik formal ataupun nonformal.
Selain itu, dukungan dari pemerintah, perusahaan, serta masyarakat juga tentunya dibutuhkan agar penyandang disabilitas ini siap masuk ke dunia kerja. Karena pada dasarnya, kita semua sama. Ya, sama-sama manusia. Yang sama-sama memiliki hak untuk bekerja dan mendapat penghidupan yang layak.
Semoga tulisan ini bermanfaat. Terima kasih dan salam hangat. 🙂
0 Komentar