“Selamat, Mas Firmansyah! Anda telah terpilih menjadi juara kedua pada kompetisi blog yang kami selenggarakan. Kami juga ingin memberitahukan kabar baik lainnya bahwa penyelenggara memutuskan untuk memberikan apresiasi tambahan bagi juara 1, 2, dan 3 yaitu berupa kesempatan berkunjung ke area kerja kami di Papua. Selamat!”
Kala itu menjelang tengah malam, dalam keadaan tubuh yang sudah hampir tenggelam dalam lelap, kedua bola mata yang sudah menuntut haknya untuk beristirahat tiba-tiba saja terbelalak saat memandangi layar gawai yang menyala, pertanda adanya notifikasi baru untuk dibuka dan dibaca.
Rasa kantuk pun akhirnya terkalahkan oleh rasa penasaran. Kelopak dan bola mata yang awalnya melemas, justru semakin terbuka lebar dan berbinar ketika mengetahui bahwa nama saya tertera dalam sebuah wewara pemenang kompetisi blog yang saya ikuti pada awal tahun 2020 yang lalu.
Kabar bahagia yang mengejutkan menjelang tengah malam itu tidak hanya sukses menghilangkan rasa kantuk saya, tetapi juga sukses membuat saya bersuka cita dan bersyukur tiada hentinya. Pasalnya, selain dinyatakan sebagai juara kedua pada kompetisi blog tersebut, adanya kabar hadiah tambahan yang sebelumnya tidak pernah dipublikasikan oleh penyelenggara, sontak membuat saya kegirangan.
Informasi hadiah tambahan tersebut seolah bagaikan kejutan yang amat menggembirakan bagi diri saya yang sama sekali belum pernah menginjakkan kaki di tanah Papua ini. Wajar saja, daerah sekaligus provinsi yang terletak di ujung timur nusantara itu memang selalu istimewa di hati dan sudah menjadi salah satu destinasi impian yang sejak lama ingin saya kunjungi.
Walau demikian, selang beberapa bulan setelah pengumuman, panitia pun mengabarkan lewat surat elektronik bahwa hadiah perjalanan kunjungan ke Papua tersebut belum bisa direalisasikan dan perlu dijadwalkan ulang, mengingat kondisi saat ini yang masih di tengah pandemi Covid-19, sehingga sangat riskan untuk melakukan perjalanan ke Papua.
Hingga kini, saya masih belum tahu pasti kapan kaki ini akhirnya bisa berpijak dan melangkah bebas di Bumi Cenderawasih tersebut.
Berbicara tentang Papua memang tidak akan pernah ada habisnya, setidaknya bagi diri saya pribadi. Faktanya, Papua memang selalu menarik perhatian dan menggugah rasa penasaran dari berbagai sudut bidang kehidupan.
Namun sayangnya, Papua bukan hanya tentang pesona kekayaan alam dan budayanya yang indah, unik, dan eksotis, melainkan juga tentang kenyataan pahit seputar keadaan dan dinamika masyarakatnya yang sering kali membuat hati miris, seperti kondisi kualitas gizi dan kesehatan di daerah pedalamannya yang amat tragis.
Jika membahas daerah pedalaman, sepertinya kita memang harus sepakat dan menyatukan suara bahwa Papua bukanlah satu-satunya provinsi di Indonesia yang memiliki daerah-daerah pedalaman dan tertinggal. Tetapi, melalui tulisan ini mari kita sedikit berziarah ke masa lalu, tepatnya tahun 2018 yang lalu di mana Papua saat itu menjadi sorotan publik nasional dan internasional karena kasus gizi buruk yang sempat menimpa suku pedalaman Asmat di Papua.
Bahkan, kala itu organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Hilal Elver, Pelapor Khusus untuk Hak atas Pangan Dewan HAM tanpa ragu-ragu menyebut kasus gizi buruk di Papua sebagai insiden yang tragis. Ia juga menilai bahwa fakta tersebut cukup memalukan bagi sebuah negara yang punya perkembangan ekonomi yang baik dan sumber daya yang melimpah, tetapi masih ada warganya yang mengalami gizi buruk.
Pernyataan Elver tersebut tentu saja bagaikan ‘tamparan’ keras bagi Pemerintah Indonesia. Kasus Asmat dapat mencerminkan bagaimana gizi buruk masih menjadi masalah yang sangat serius bagi Indonesia. Bila ditelusuri, kasus gizi buruk tersebut bisa disebabkan oleh beberapa faktor di Papua, seperti pengelolaan pangan yang buruk, tingkat kemiskinan, dan minimnya akses kesehatan yang layak.
Ya, tingkat kemiskinan tidak terelakkan sebagai salah satu faktor merebaknya kasus gizi buruk di Papua. Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 15 Juli 2020 sebagaimana dipublikasikan oleh situs Databoks Katadata, Papua menjadi provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia per Maret 2020. Setidaknya terdapat sebanyak 26,64% atau 911,37 ribu penduduk miskin di Papua. Provinsi selanjutnya yang memiliki kemiskinan tertinggi adalah Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku.
Pada data hasil riset tersebut, Badan Pusat Statistik juga mencatat, penduduk miskin di Indonesia sebanyak 9,78% atau sekitar 26.42 juta jiwa. Penduduk miskin yang berdomisili di pedesaan mendominasi sebesar 12,82%, sedangkan di perkotaan sebesar 7,38%. Fakta dan data ini tentu saja masih menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi Pemerintah Indonesia.
Selain itu, sebagaimana diutarakan sebelumnya bahwa selain tingkat kemiskinan, kasus gizi buruk di pedalaman Papua juga disebabkan oleh minimnya akses dan fasilitas kesehatan yang layak. Hal ini juga perlu menjadi perhatian utama Pemerintah. Maka dari itu, dibutuhkan usaha yang ekstra dari Pemerintah dan berbagai pihak dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat di daerah-daerah pedalaman seantero nusantara, khususnya Papua.
Beruntungnya, Pemerintah tidak bekerja dan berusaha sendiri. Masih banyak ‘tangan-tangan’ di negeri ini yang peduli dan berdedikasi tinggi serta secara sukarela membantu Pemerintah demi mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat, termasuk kepedulian akan pentingnya kesehatan yang baik untuk sesama.
Pihak yang dimaksud tidak lain adalah pihak swasta atau para pelaku usaha. Tidak dapat dipungkiri, keterlibatan pihak swasta terbukti sangat membantu dan meringankan beban Pemerintah, baik dari segi keterbatasan dana dan anggaran finansial, menjaga efisiensi dan efektivitas tugas kepemerintahan, atau pun sebagai bentuk pertanggungjawaban Pemerintah kepada masyarakat.
Sebut saja KORINDO. Salah satu contoh perusahaan swasta yang turut berperan aktif membantu Pemerintah membangun daerah pedalaman dan tertinggal serta meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat yang hidup di dalamnya. Bukti-bukti nyata dari peran dan kontribusi KORINDO pun tidak bisa dipandang sebelah mata. Hadirnya Klinik Asiki di Boven Digoel, Papua adalah salah satunya.
“Tujuan rumah sakit tidak hanya untuk mengobati orang sakit, tetapi juga sebagai katalisator untuk melindungi hak asasi manusia dan kehidupan warga agar mereka dapat berdiri sendiri dan menjalani hidup mereka sendiri.”
Dahulu, siapa yang menyangka bahwa di tengah-tengah hutan belantara sekaligus pedalaman di teras perbatasan negara akan dibangun sebuah bangunan modern dengan layanan kesehatan dan fasilitas medis yang cukup lengkap? Kini, pertanyaan itu menjadi sebuah keniscayaan dengan hadirnya Klinik Asiki sejak tahun 2017.
Klinik Asiki adalah rumah sakit atau klinik yang terletak di Desa Asiki, Kecamatan Jair, Kabupaten Boven Digoel, Papua. Klinik Asiki sukses dibangun atas inisiasi KORINDO Group bersama KOICA (Korea International Cooperation Agency). KOICA sendiri adalah organisasi pengembangan koperasi di Korea untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan kemanusiaan.
Sejarah singkat berdirinya Klinik Asiki pun dimulai pada hari-hari awal masuknya KORINDO ke Papua di mana perusahaan KORINDO kala itu memulai bisnisnya dengan mengembangkan pabrik kayu lapis, lalu menciptakan banyak pekerjaan dengan mengoperasikan perkebunan kelapa sawit juga. Namun, di antara berbagai bidang bisnisnya yang berjalan, tidak ada satu pun fasilitas kesehatan yang tersedia di daerah sekitarnya.
Maka sejak saat itu, KORINDO akhirnya berinisiatif untuk mendirikan satu rumah sakit untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup warga Desa Asiki dan para karyawan yang bekerja di perusahaan KORINDO. Namun, berhubung bisnis antara KORINDO Group dengan KOICA telah berakhir, maka selanjutnya direncanakan Pemerintah Daerah akan menanggung seluruh biaya operasional mulai tahun 2030 dan akan berbagi biaya operasional bersama KORINDO Group.
Bisa dikatakan, langkah inisiatif yang dilakukan oleh KORINDO ini cukup bertentangan dengan stereotip yang mengatakan bahwa perusahaan swasta akan memprioritaskan keuntungan ketika mereka terlibat dengan bisnis lokal. Apa lagi, Papua yang tertinggal secara geografis ini merupakan daerah yang membutuhkan banyak bantuan, terutama di bidang kesehatan dan medis.
Apa yang sudah dilakukan KORINDO selama ini melalui hadirnya Klinik Asiki tentu saja membuat banyak orang dari berbagai pihak terkagum dan sedikit bertanya-tanya “mengapa KORINDO Group begitu bersemangat menjalankan rumah sakit yang terkesan tidak menguntungkan ini dan akan berdedikasi kepada Pemerintah Daerah di masa depan?”
Firman Jayawijaya, seorang dokter sekaligus manajer dari Klinik Asiki pernah mengatakan bahwa tujuan rumah sakit tidak hanya untuk mengobati orang sakit tetapi juga sebagai katalisator untuk melindungi hak asasi manusia dan kehidupan warga agar mereka dapat berdiri sendiri dan menjalani hidup mereka sendiri. Dan Itulah yang dilakukan KORINDO dengan adanya Klinik Asiki ini.
“Saya tidak menyangka, di daerah terpencil ada klinik besar dengan fasilitas yang setara dengan puskesmas di kota besar.”
Masyarakat Papua selama ini memang dikenal lebih bergantung pada pengobatan tradisional daripada pengobatan modern. Sebelumnya, rumah sakit terdekat yang dapat memberikan pertolongan pertama sederhana di wilayah Asiki berjarak dua jam berjalan kaki, dan satu-satunya rumah sakit yang dapat menampung pasien yang sakit parah dan pasien yang membutuhkan pertolongan pertama berjarak lebih dari enam jam.
Karena berbagai alasan tersebut, tidak heran bila situasi sistem pelayanan kesehatan di Papua dinilai kurang baik. KORINDO sebagai perusahaan yang sudah lama mengamati keadaan itu, pada akhirnya memberikan solusi atas masalah tersebut.
Keberadaan Klinik Asiki di Kabupaten Boven Digoel, Papua menjadi bukti nyata kontribusi KORINDO Group dalam peningkatan kualitas kesehatan masyarakat di daerah pedalaman. Tentu dengan berada di wilayah perbatasan yang masih minim dengan dukungan infrastruktur memadai, ada berbagai tantangan di bidang kesehatan yang harus dihadapi oleh tim medis. Salah satunya adalah menurunkan tingkat kematian ibu hamil, ibu melahirkan, dan bayi baru lahir.
Berdasarkan data statistik Puskesmas Boven Digoel tahun 2016, angka kematian bayi tahun itu 115 per 1.000 orang dan angka kematian neonatal 54 per 1.000 orang pada periode yang sama, menempati urutan pertama dan ketujuh di seluruh provinsi di Indonesia. Persentase ibu hamil yang mengunjungi rumah sakit juga mencapai 22 persen, jauh di bawah rata-rata Indonesia yang sebesar 87 persen.
Merespon hal tersebut, Klinik Asiki pun berusaha untuk menjangkau para ibu yang berada di pelosok desa dengan menggalakkan program Mobile Service yang bekerja sama dengan Puskesmas setempat. Melalui Mobile Service ini, tim dokter dapat mengunjungi para ibu yang berada di pelosok-pelosok untuk melakukan penyuluhan tentang kesehatan, promosi dari kampung ke kampung, serta mengimbau agar mereka melahirkan di klinik dengan fasilitas yang lengkap.
Alhasil, berkat kerja keras para staf kesehatan di Klinik Asiki, tercatat tidak ada satupun kejadian kasus kematian ibu hamil dan ibu melahirkan selama periode tahun 2015-2018. Di samping kesuksesan Klinik Asiki menekan angka kematian ibu dan anak di Boven Digoel, Klinik Asiki juga memberikan pelayanan kesehatan melalui pelayanan poli umum, poli gigi, laboratorium yang memadai, serta penyuluhan kesehatan dan perbaikan status gizi masyarakat.
Atas komitmen dan kontribusinya kepada masyarakat, Klinik Asiki pun akhirnya diberikan penghargaan sebagai klinik terbaik tingkat nasional sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) oleh BPJS Kesehatan pada Agustus 2019 kemarin.
Sebelumnya, Klinik Asiki pernah meraih predikat Klinik Terbaik di tingkat Propinsi Papua versi BPJS Kesehatan pada tahun 2017 dan 2018. Kala itu, Klinik Asiki menjadi bahan perbincangan hangat di kalangan staf dan petinggi BPJS Kesehatan. Karena telah menjadi yang terbaik saat itu, Klinik Asiki akhirnya mendapat penghormatan untuk menghadiri Pertemuan Nasional FKTP BPJS Kesehatan Tahun 2018 pada pertengahan April 2018 lalu di Jakarta.
Kinerja Klinik Asiki pun menuai pujian dari pihak BPJS Kesehatan. Salah satunya, pujian yang diutarakan oleh dr. Anurman Huda,MM.,AAK selaku Deputi BPJS Divisi Regional XII Papua-Papua Barat yang menyatakan bahwa dirinya tidak menyangka bahwa di daerah terpencil terdapat klinik besar dengan fasilitas yang setara dengan puskesmas di kota besar.
Terpilihnya Klinik Asiki sebagai klinik terbaik selama tiga tahun berturut-turut membuktikan bahwa Klinik Asiki mampu memberikan dan mempertahankan pelayanan yang prima kepada masyarakat di Asiki, meskipun terletak di daerah pedalaman Papua. Klinik Asiki bahkan mampu bersaing dengan 700 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) lainnya yang ada di Papua dan Papua Barat. Luar biasa!
Setelah membahas cukup panjang tentang kesehatan dan Klinik Asiki, rasanya tidak berlebihan jika kita mengulik sedikit tentang korporasi yang berhasil mengembangkan layanan kesehatan sekaligus meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat di pedalaman tersebut. Ya, KORINDO. Bentangan kisah antara KORINDO dan Papua tidak serta merta terjadi begitu saja. Romantisme yang terjalin di antara keduanya merupakan buah hasil dari perjalanan waktu yang amat panjang.
KORINDO sendiri pada dasarnya merupakan perusahaan Indonesia yang menempatkan fokus utamanya di bidang pengembangan sumber daya alam. Setelah melalui berbagai tantangan yang pernah dialami sejak berdiri pada tahun 1969 dan beroperasi selama 48 tahun, KORINDO kini berkembang menjadi salah satu perusahaan dengan peringkat tertinggi di negeri ini.
Sepanjang eksistensinya sebagai salah satu perusahaan besar, banyak produk yang telah dihasilkan oleh KORINDO, bermula dari pengembangan hardwood yang kemudian beralih ke plywood/veneer pada tahun 1979, kertas koran di tahun 1984, perkebunan kayu di tahun 1993, perkebunan kelapa sawit di tahun 1995. Hingga kini, berbagai produk bisnis terus dikembangkan oleh KORINDO, mulai dari Perkebunan (Kayu, Kelapa Sawit, Karet), Produk Kertas dan Kehutanan, Konstruksi dan Industri Berat, Logistik, Layanan Finansial serta Real Estat.
Bentang alam Papua yang luas, subur, dan kebanyakan masih belum dimanfaatkan secara maksimal serta kebudayaan yang juga masih sangat kental, cukup menjadi alasan kuat bagi KORINDO mengembangkan konsep industri yang ramah lingkungan melalui pembangunan bidang kehutanan dan perkebunan kelapa sawit. Melalui pembangunan industri tersebut KORINDO berkontribusi menyerap tenaga kerja terutama di Papua yang telah menyerap 10.000 tenaga kerja.
Berbagai kontribusi pun terus diupayakan oleh KORINDO di daerah-daerah pedalaman seperti di Desa Asiki, Kabupaten Boven Digoel, Papua dengan memberdayakan kegiatan CSC/CSR (Corporate Social Contribution/Corporate Social Responsibility) yang berfokus pada program-program yang strategis, sistematis, dan berkelanjutan melalui 5 pilar program utama, yaitu Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi, Lingkungan dan Infrastruktur/Sosial Budaya.
Di balik rentetan kata dalam tulisan ini yang sudah mencapai lebih dari 2000 kata, panjang lebar membahas tentang kesehatan, KORINDO, Klinik Asiki, dan Papua. Bagi saya, KORINDO bukan hanya sekadar perusahaan swasta semata, pun bukan hanya sekadar kontributor kesehatan biasa, melainkan juga sebagai sumber penghidupan yang amat berharga.
Ya, Anda tidak salah membaca. Saya mungkin tidak akan pernah bosan untuk mengatakan bahwa KORINDO sangatlah tidak asing di telinga dan mata saya. Bagaimana tidak? Sejak hampir tiga puluh tahun lalu, saya dan keluarga sudah sangat mengenal KORINDO, karena tempat tinggal kami sangat berdekatan dengan salah satu cabang atau plant perusahaan besar ini, yaitu PT. KORINDO Heavy Industry, Balaraja Plant yang berlokasi di Jl. Raya Serang KM.31, Desa Gembong, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang.
Bagaimana saya tidak bangga terhadap KORINDO? Nyatanya, KORINDO memang sudah menjadi bagian dari keluarga saya. KORINDO sudah menjadi tempat keluarga saya mencari pundi-pundi Rupiah sejak beberapa tahun silam. Berbeda dengan saya yang berprofesi sebagai seorang Guru Swasta dan Blogger, sebagian besar anggota keluarga saya justru bekerja sebagai tenaga kerja atau buruh, empat di antara mereka pernah bekerja dan masih aktif bekerja di PT. Korindo Heavy Industry, Balaraja Plant ini.
Kakak ipar saya hingga kini masih aktif bekerja sebagai Ketua Koordinator Security di sana. Sedangkan tiga yang lainnya, yaitu adik, kakak perempuan, dan kakak laki-laki dahulu pernah bekerja, masing-masing sebagai Staf Admin Quality Control (QC) Special Vehicle, Staf Human Resource-General Affair (HR-GA) dan Operator Construction Structure.
Tidak dapat dipungkiri, keberadaan Klinik Asiki di Kabupaten Boven Digoel, Papua menjadi bukti nyata peran dan kontribusi pihak swasta seperti KORINDO Group dalam peningkatan kualitas kesehatan masyarakat di daerah pedalaman dan terpencil. Berbagai tantangan dan permasalahan di bidang kesehatan tentu dihadapi oleh KORINDO, salah satunya karena Klinik Asiki dibangun di wilayah pedalaman perbatasan Papua yang minim akan dukungan infrastruktur memadai.
Apa yang sudah dilakukan oleh KORINDO sepenuhnya dapat kita pelajari bahwa setiap orang dari berbagai pihak dan kalangan dapat berperan dan memberikan kontribusi nyata, kepedulian, dan dedikasi tinggi untuk membantu Pemerintah demi mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat, termasuk kepedulian akan pentingnya kesehatan yang baik untuk sesama.
Lebih dari itu, bagi saya dan keluarga KORINDO tidak hanya sekadar perusahaan swasta semata dan kontributor kesehatan biasa. Dengan hadirnya salah satu cabang industri KORINDO yang berada dekat dengan tempat tinggal keluarga, KORINDO sudah layaknya ‘rumah kedua’ dan sumber penghidupan yang menorehkan kesan amat luar biasa.
Semoga segala bentuk kontribusi, sumbangsih, dan inspirasi yang ditebarkan oleh pihak-pihak swasta seperti KORINDO dapat menjadi pelajaran berharga dan bermakna bagi kita semua, khususnya bagi saudara-saudara kita di daerah-daerah pedalaman yang merasakan manfaat dari peran tangan-tangan swasta secara langsung. Semoga selalu sehat, terjaga, dan bahagia. Amin.
Terima kasih, KORINDO. Terima kasih, tangan-tangan swasta.
Disclaimer:
Tulisan ini diikutsertakan dalam KORINDO Blog Competition 2020 yang diselenggarakan oleh KORINDO Group. Tulisan ini merupakan hasil pemikiran pribadi yang didukung oleh beberapa sumber referensi lainnya sebagaimana tercantum pada daftar referensi. Beberapa gambar merupakan dokumentasi pribadi penulis dan beberapa lainnya didapatkan dari KORINDO dan sumber-sumber lainnya yang telah dicantumkan dalam tulisan, sedangkan video bersumber dari situs YouTube dengan nama kanal KORINDO Group. Terima kasih.
Sumber referensi pendukung:
- Situs resmi KORINDO, www.korindo.co.id, korindonews.com, korindocareers.com
- Klinik Asiki Berhasil Tekan Angka Kematian Ibu dan Anak di Boven Digoel – Korindonews.com (https://korindonews.com/asiki-clinic-manages-to-reduce-maternal-and-child-mortality-rate-in-boven-digoel/?lang=id)
- Good health for all! – The Jakarta Post (https://www.thejakartapost.com/adv/2020/07/21/good-health-for-all.html?fbclid=IwAR1nNNGPGnffZz_7zd7yLxCQJy4zPBmBqV-gyTj0egY2LZg8GoI9Mks2i0A)
- PBB Sebut Kasus Gizi Buruk di Asmat Papua Insiden Tragis – CNN Indonesia (https://www.cnnindonesia.com/internasional/20180418144828-106-291739/pbb-sebut-kasus-gizi-buruk-di-asmat-papua-insiden-tragis)
- Menkes: 71 Orang Meninggal dalam Kasus Gizi Buruk dan Campak di Asmat – Kompas.com (https://nasional.kompas.com/read/2018/01/31/15410691/menkes-71-orang-meninggal-dalam-kasus-gizi-buruk-dan-campak-di-asmat)
- 10 Provinsi dengan Kemiskinan Tertinggi di Indonesia per Maret 2020 – Databoks (https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/07/18/10-provinsi-dengan-kemiskinan-tertinggi-di-indonesia-per-maret-2020)
- Ini Sebab Pentingnya Keterlibatan Swasta dalam Pembangunan Sektor Kesehatan – Merdeka.com (https://www.merdeka.com/uang/ini-sebab-pentingnya-keterlibatan-swasta-dalam-pembangunan-sektor-kesehatan.html)
0 Komentar