
Si Dugo. Animasi oleh gifer.com
Halo teman-teman semuanya …
Sebelumnya, perkenalkan namaku Dugo, atau biar lebih akrab, kalian boleh juga panggil aku Si Dugo.
Tadi Dugo sudah minta izin ke Bang Firman, pemilik blog ini, kalau Dugo mau numpang curhat di blognya Bang Firman ini. Boleh kan aku curhat di sini? Dugo janji deh untuk kali ini aja. Hehe..
Oh iya, ngomong-ngomong nama Dugo juga diberikan oleh Bang Firman lho. Katanya, nama Dugo diambil dari kata ‘Dugong’. Kalian tau Dugong, kan?
Dugong itu nama lain dari Duyung. Jadi, aku ini adalah Duyung. Tapi, kebanyakan orang menyebut duyung sebagai “ikan duyung”, padahal nama ilmiah aku itu Dugong dugon dan bukan jenis ikan, lho! Aku termasuk mamalia atau hewan menyusui seperti paus, lumba-lumba, dan anjing laut. Namun, berbeda dengan mamalia laut lain, aku tidak memangsa ikan atau satwa laut lainnya. Aku termasuk ke dalam ordo Sirenia, yaitu kelompok mamalia pemakan tumbuhan (herbivora) yang hidup di perairan.
Dugo bisa hidup selama 70 tahun lho, ukuran tubuhku juga bisa mencapai panjang 3 meter dan berat 450 kilogram. Tapi, walau badanku besar, aku sangat suka berpetualang. Aku juga kuat, hehe. Buktinya, aku mampu menahan napas di dalam air sampai 12 menit, sambil mencari makan dan berenang.
Hehe.. Jadi sudah ada bayangan sedikit ya tentang Dugo.

Duyung atau Dugong. Sumber: www.wwf.or.id
Aduh, Dugo hampir aja lupa. Tujuan Dugo muncul di sini kan mau curhat ya. Hmm baiklah, jadi begini ceritanya. Akhir-akhir ini, Dugo dan teman-teman lainnya di laut sering merasa sedih, murung dan menyendiri. Akibatnya, Dugo dan teman-teman pun seringkali melamun dan pergi berenang tidak tentu arah. Kalian tau gak kenapa?
Hmm… kami melamun dan bersedih karena kami masih sering diburu hidup-hidup oleh manusia dan daging kami dikonsumsi. Hiks… kami kan jadi sedih. Kenapa manusia tega kepada kami? Padahal kami juga ingin merasakan hidup yang lama di alam bebas. Yang Dugo tau, Dugo dan teman-teman sesama duyung sudah dilindungi oleh Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Padang lamun, rumah duyung dan biota laut lainnya. Sumber: medium.com/@dscpindonesia
Masih ada satu lagi alasan kenapa kami bersedih, yaitu karena meningkatnya aktivitas manusia di wilayah pesisir sehingga mengancam keberadaan rumah dan tempat bermain kami. Cemaran dari aliran sungai, buangan minyak dari kapal, alih fungsi lahan pesisir karena reklamasi, dan efek samping dari berbagai aktivitas manusia lainnya, itu semua dapat menurunkan kualitas air laut dimana tempat Dugo dan teman-teman lainnya hidup dan bermain. Rumahku sayang, rumahku malang.
Kami biasa menyebut rumah dan tempat bermain kami tersebut dengan nama Lamun atau Padang Lamun.
Oh iya teman-teman, kalian sudah tau apa itu Lamun? atau malah belum pernah dengar sama sekali? Hmmm, kalau begitu, mending Dugo ajak kenalan dulu ya. Simak infografis berikut ini.

Sumber: Akun Twitter @dscpindonesia
Nah, sekarang kalian sudah kenal dengan Lamun, kan?
Seperti yang tadi Dugo bilang, padang lamun itu sudah Dugo anggap sebagai rumah bagi Dugo dan juga teman-teman Dugo yang lainnya, seperti Penyu Hijau, Ikan Baronang, Ikan Kakap, dan beberapa jenis ikan lainnya. Karena di padang lamun lah kami semua banyak menghabiskan waktu, mulai dari mencari makan, bermain, bahkan sampai urusan mengasuh dan membesarkan anak (nursery).

Lamun jenis Cymodocea rotundata, lamun ini dapat ditemukan di perairan Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, dan berbagai wilayah lainnya di Indonesia. Sumber: medium.com/@dscpindonesia

Sumber: Akun Twitter @dscpindonesia
Dan kalau kalian suka makan sea food, kalian harus tau bahwa kehadiran Ikan Kakap, Ikan Baronang dan ikan-ikan lainnya yang kalian santap itu sangat ditentukan oleh kesehatan dan kualitas padang lamun lho. Jadi, kalau kalian ingin tetap sehat mengonsumsi ikan, maka bantu kami untuk selalu menjaga rumah kami ya, karena kami pun ingin memberikan manfaat yang berarti bagi kehidupan manusia.
Dugo juga pengen tanya teman-teman deh, kalian pernah dengar gak sih istilah Karbon Biru atau Blue Carbon? Nah, kalau belum tau, sekarang Dugo kasih tau ya. 🙂
Jadi, Karbon Biru atau dikenal juga dengan sebutan Blue Carbon adalah karbon yang tersimpan, terserap, atau terlepas dari vegetasi dan sedimen ekosistem pesisir, seperti ekosistem terumbu karang atau coral reefs, ekosistem mangrove, rawa pasang surut atau rawa asin dan juga rumah Dugo sendiri yaitu padang lamun. Karbon yang diserap dan disimpan oleh organisme lingkungan laut ini tersimpan dalam bentuk sedimen. Bahkan, karbon tersebut dapat tertimbun tidak hanya selama puluhan tahun atau ratusan tahun (seperti halnya karbon di ekosistem hutan), tetapi selama ribuan tahun. Pada akhirnya, ekosistem-ekosistem ini mempunyai peran yang sangat penting lho dalam berkontribusi sebagai penyerap dan penyimpan karbon, sehingga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca penyebab perubahan iklim.

Seekor duyung yang sedang mencari makan di padang lamun. Sumber: Akun Twitter @dscpindonesia
Ada yang heran kayak Dugo gak kenapa disebut Karbon Biru? Hehe…
Jadi, ternyata dari seluruh karbon biologis yang tersimpan di dunia, lebih dari separuh atau sekitar 55% dari seluruh karbon hijau di seluruh dunia itu disimpan dan diserap oleh ekosistem pantai dan laut beserta organisme yang hidup di dalamnya. Nah, oleh sebab itulah mengapa dinamakan ‘karbon biru’ atau ‘blue carbon‘.
Namun, selain berperan sebagai salah satu ekosistem karbon biru, padang lamun juga memiliki beberapa manfaat yang lainnya. Berikut adalah beberapa manfaat dan fungsi lainnya dari rumah Dugo, padang lamun.

Sumber: Akun Twitter @dscpindonesia
Kehadiran lamun tentu sangat berarti, khususnya bagi Dugo dan teman-teman duyung yang lain. Begitu juga dengan lamun, lamun pun merasakan manfaat yang berarti dengan adanya kehadiran kami di sana. Jika kehidupan Dugo dan teman-teman duyung terancam, maka akan berpengaruh juga terhadap lamun. Kalian tau kenapa? Karena di dalam kehidupan ekosistem antara Dugo dan lamun, terjadi hubungan simbiosis mutualisme atau hubungan yang saling menguntungkan. Coba perhatikan deh hubungan antara Duyung dan Lamun di bawah ini.

Sumber: Akun Twitter @dscpindonesia
Dengan menyadari secara langsung atau tidak langsung, kehidupan Dugo dan teman-teman duyung yang lain serta padang lamun sebagai rumah kami, tentu mempunyai kontribusi terhadap kehidupan kalian semuanya sebagai manusia.
Nah, sekarang kalian mau kan bantu selamatkan Dugo dan rumahku, padang lamun yang semakin terancam? Bantu Dugo supaya Dugo tidak terus-terusan bersedih dan melamun.
Caranya? Mudah kok. Kalian cuma perlu bantu Dugo untuk menjelaskan kepada teman-teman kalian akan pentingnya menjaga kelestarian duyung dan lamun. Ada beberapa langkah kecil yang bisa kalian lakukan dalam hal ini. Simak penjelasan di bawah ini ya.

Sumber: Lembar fakta tentang duyung dan padang lamun oleh DSCP Indonesia
Nah, teman-teman. Dugo senang banget deh. Karena beruntungnya, ada satu organisasi komunitas yang peduli nih dengan keberadaan Dugo dan Padang Lamun di Indonesia. Namanya DSCP Indonesia atau Dugong and Seagrass Conservation Project Indonesia. Yuk, kenali mereka lebih dekat.
Apa itu DSCP Indonesia?

Logo DSCP Indonesia. Sumber: Facebook Fanpage DSCP Indonesia
DSCP Indonesia adalah singkatan dari Dugong and Seagrass Conservation Project Indonesia yaitu sebuah Program konservasi untuk meningkatkan efektivitas konservasi dugong & ekosistem lamun di Indonesia melalui :
1, Penguatan dan pelaksanaan “Rencana aksi Konservasi” tingkat nasional untuk dugong dan habitatnya lamun.
2. Peningkatan kesadartahuan dan penelitian di tingkat nasional tentang dugong dan lamun.
3. Pengelolaan dan konservasi dugong dan lamun berbasis masyarakat di masing-masing lokasi kegiatan (Bintan, Kota Waringin Barat, Tolitoli, dan Alor).
DSCP Indonesia ini dilaksanakan sebagai kerjasama Direktorat Konservasi & Keanekaragaman Hayati Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Pusat Penelitian Oseanografi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Institut Pertanian Bogor, dan Yayasan WWF-Indonesia, dan dengan dukungan dari United Nations Environment Programme – Global Environment Facility (UNEP – GEF).
Bagaimana cara mendukung kegiatan DSCP Indonesia?

Sumber: Lembar fakta tentang duyung dan padang lamun oleh DSCP Indonesia

Tim DSCP Indonesia. Sumber: Facebook Fanpage DSCP Indonesia.
Nah, teman-teman. Begitulah ceritaku, Dugo, Si #DuyungmeLamun yang memikirkan tentang rumah kesayanganku, Padang Lamun yang kini bernasib malang dan memprihatinkan. Semoga kalian semua tergerak hatinya untuk membantu Dugo menyelematkan kehidupan duyung dan lamun. Kepedulian kalian sungguh berarti bagi kami.
Terima kasih juga untuk Bang Firman yang sudah mengizinkan Dugo untuk bercerita dan curhat di blognya. Semoga tulisan ini bisa membantu DSCP Indonesia dalam rangka membagikan cerita, informasi dan mengedukasi masyarakat tentang Duyung dan Lamun serta bisa memberikan manfaat secara umum bagi teman-teman semua yang membaca. Aamiin.
Salam lestari dari Dugo.
Sumber Referensi:
- Lembar fakta tentang duyung dan padang lamun oleh DSCP Indonesia
- Lembar infografis tentang lamun oleh DSCP Indonesia
- Akun Media Sosial DSCP Indonesia
- Website WWF Indonesia
- YouTube Channel DSCP Indonesia
- https://www.conservation.org/global/indonesia/kerja/inisiatif/Pages/Karbon-Biru.aspx
- https://www.goodnewsfromindonesia.id/2017/10/24/karbon-biru-indonesia-ternyata-memiliki-peran-penting-dalam-pengendalian-perubahan-iklim
- http://www.mongabay.co.id/2014/06/26/que-vadis-blue-carbon-di-indonesia/
- https://lautkita.blogspot.co.id/2012/03/blue-carbon-karbon-biru-apakah-itu.html
10 Komentar
Deva Mahensyah · Mei 30, 2018 pada 12:44 am
Wahh… Salam kenal ya Dugo. Hehehe..
Kreatif banget tulisannya bang…
Firmansyah · Mei 30, 2018 pada 7:17 am
Makasiih banyak ya mas. Semoga bermanfaat….
Helmi Irfansyah · Mei 30, 2018 pada 7:58 am
Penting sekali untuk mengedukasi masyarakat yang tinggal diperairan pesisir, Karena peran merekalah yang bisa melestarikan dugong dan lamun tersebut, Btw keren mas artikelnya (y)
Firmansyah · Mei 30, 2018 pada 5:46 pm
Makasih ya mas Helmi atas kunjungannya… 🙂
Ayu Ningsih · Mei 30, 2018 pada 9:36 pm
Ih ternyata Duyung itu bukan jenis ikan yah, terus makannya juga tumbuh2an, bukan daging. Wahh… payah bgt, aku baru tau..wkwkw.
btw, good luck ya bang firman.. 🙂
Firmansyah · Mei 31, 2018 pada 12:18 am
Hehehe… iya banyak banget orang yg salah paham selama ini tentang duyung.
Makasih ya mbak Ayu … 🙂
Lucky Caesar Direstiyani · Juni 2, 2018 pada 4:34 pm
Miris yaa bang kalau liat kondisi dugong dan padang lamun sekarang, semakin kritis. Semogaaa makin banyaak yg ikut menyebarkan informasi dan aktif mendukung kelestarian dugon dan padang lamun. Aamiin. . 😇
Firmansyah · Juni 2, 2018 pada 5:27 pm
Aaamiin… termasuk tulisan kita ya Mbak lucy, semoga bisa membantu DSCP Indonesia untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya ekosistem lamun untuk keberadaan duyung. 🙂
Amir Mahmud · Juni 3, 2018 pada 5:31 pm
Tak kira dari awal ikan duyung putri duyung, eh bukan ternyata wkwkwk
Firmansyah · Juni 4, 2018 pada 5:51 am
Hehehe,,, Duyung itu bukan ikan ya, Mas Amir. Ternyata orang2 Indonesia selama ini salah menilai. Termasuk saya juga. hehe