Halo Sobat Bang Firman’s Blog …
“The Foundation of Everything is A Good Family”
Pernah mendengar atau membaca quote di atas? Quote tersebut sempat populer di Indonesia, khususnya di kalangan pecinta film nasional, karena rangkaian kalimat mutiara tersebut muncul di dalam film Indonesia berjudul 7 Hari 24 Jam karya Sutradara Fajar Nugros yang dirilis pada tahun 2015 dan dibintangi oleh Aktris terkenal Dian Sastrowardoyo dan juga Aktor Lukman Sardi. Jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, kira-kira seperti ini maknanya, “pondasi dari segala sesuatu yang baik adalah keluarga yang baik“. Bagaimana? Kamu setuju, kan?
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang anggota yang terkumpul dan tinggal di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Keluarga dengan Ayah dan Ibu sebagai Orang Tua merupakan pendidik yang pertama dan paling utama. Bahkan sebuah syair atau petuah Arab mengatakan, “Al-Ummu madrasatul ulaa, idza a’dadtaha, a’dadta sya’ban thayyibal a’raq“, yang artinya seorang ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya, bila engkau mempersiapkannya, maka engkau telah mempersiapkan generasi terbaik.
Dalam jejak rekam sejarah pendidikan di Indonesia pun, peran penting keluarga dalam pendidikan bahkan telah dicetuskan oleh Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara sejak tahun 1935 sebagai bagian dari Tri Sentra Pendidikan, yaitu: alam keluarga, alam perguruan, dan alam pergerakan pemuda. Kemitraan Tri Sentra Pendidikan diharapkan dapat membangun ekosistem pendidikan yang mampu menumbuhkembangkan karakter dan budaya berprestasi.
PENGALAMAN STUDENT EXCHANGE: MENUAI INSPIRASI PENDIDIKAN KELUARGA DARI NEGERI SAKURA
Ketika berbicara tentang pendidikan keluarga, rasanya tidak afdol jika saya tidak menyebutkan Negeri Sakura atau Jepang sebagai salah satu negara yang menurut saya patut dijadikan contoh yang baik dalam menerapkan pendidikan di keluarga. Hal tersebut bukan tanpa alasan. Sekitar 4 tahun yang lalu, tepatnya pada Februari 2014 saya memang pernah berkesempatan untuk mengikuti program Student Exchange atau Pertukaran Pelajar ke Jepang bersama dengan 95 mahasiswa terpilih lainnya dari seluruh Indonesia.
Banyak pelajaran berharga dan kisah inspiratif yang saya dapatkan selama sekitar 11 hari menjalani kehidupan berdampingan dengan orang-orang Jepang di Tokyo dan Osaka. Salah satunya adalah bagaimana besarnya pengaruh peran pendidikan keluarga terhadap perkembangan pendidikan dan budaya disiplin anak di Jepang. Jepang memang salah satu negara yang dikenal ketat dalam hal mendidik anak dan menjaga martabat keluarga. Segala hal atau kebiasaan baik yang ditanamkan oleh orang-orang Jepang selalu berawal dari rumah dan keluarga. Di Jepang, seorang Ibu berperan penting sebagai pembuat aturan di rumah untuk anak-anaknya.
Berdasarkan pengalaman yang saya rasakan, beberapa hal positif dan layak ditiru yang diajarkan oleh keluarga di Jepang kepada anak-anaknya, seperti:
- mewajibkan anak-anak untuk memberi salam atau menyapa terlebih dahulu terhadap orang yang dijumpai,
- membiasakan untuk mengucapkan terima kasih secara lisan atau pun tertulis saat menerima kebaikan atau bantuan apa pun dari orang lain serta membalasnya sebagai bentuk rasa hormat,
- jika melakukan suatu kesalahan atau merepotkan orang lain, sebaiknya langsung meminta maaf saat itu juga,
- di tempat umum (kecuali tempat yang bisa untuk bermain bebas) volume suara sebaiknya jangan sampai terdengar khalayak ramai,
- ketika sedang berada di luar rumah, agar menyimpan sampah yang dimiliki lalu membawanya pulang untuk dibuang di rumah, serta berbagai kebiasaan -kebiasaan baik lainnya.
Fokus utama pendidikan anak-anak di Jepang memang menitikberatkan pada sisi moral dan tanggung jawab. Moral menjadi pondasi yang ditanamkan pada seluruh aspek pendidikan di Jepang. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya satu mata pelajaran khusus tentang moral. Ini dikarenakan moral selalu menjadi nilai utama yang ditekankan untuk seluruh mata pelajaran. Mungkin jika disamakan dengan Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir ini Indonesia pun mulai menggalakkan Pendikar atau Pendidikan Karakter yang telah dimasukkan pada sistem kurikulum pendidikan nasional.
Maka jangan heran, jika pada tingkatan sekolah usia dini di Jepang, anak tidak diajarkan membaca atau menulis. Aktivitas anak yang sering dilakukan adalah menyanyi, bermain, mendengarkan sensei atau guru bercerita, berolahraga, dan belajar bertanggung jawab pada dirinya. Di samping itu, anak-anak juga diajari menghargai seni dan keindahan. Tidak ada sistem rewards maupun punishment sehingga anak tidak terjebak pada kompetisi yang melahirkan kebencian. Kebijakan sekolah di Jepang pun tidak memberlakukan perihal tidak naik kelas dan setiap anak yang berada di kelas yang sama sudah dipastikan sebaya atau seumuran.
Selain itu, seluruh sekolah di Jepang, mulai dari tingkat TK sampai Menengah Atas juga selalu melibatkan keluarga atau orang tua hampir pada seluruh kegiatan sekolah. Keterlibatan orang tua dalam berbagai kegiatan sekolah memang karena sengaja diundang oleh pihak sekolah, baik untuk melihat bagaimana anak-anak mereka dalam proses belajar di kelas ataupun untuk melihat anak-anak mereka tampil di atas panggung yang besar dalam kegiatan pentas seni. Sekolah di Jepang memang selalu mengajarkan kepada anak-anak untuk selalu bisa tampil di depan banyak orang agar mereka mempunyai kepercayaan diri yang baik.
PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ANAK DI ERA KEKINIAN
Kembali ke ranah pendidikan di Tanah Air. Sebelumnya, mari kita pahami bersama ‘Era Kekinian’ sebagai era maraknya digitalisasi yang ditandai dengan fenomena kecenderungan global dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi beserta hadirnya berbagai macam dampak dan pengaruh yang ditimbulkan, termasuk dalam bidang pendidikan.
Data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2016 menunjukkan bahwa pengguna internet di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pengguna internet di Indonesia pada tahun 2016 sekitar 132,7 juta jiwa. Media yang digunakan sebagian besar adalah gawai atau biasa disebut gadget, dengan jumlah pengguna sekitar 67,2 juta jiwa. Pada tahun 2016 saja, kalangan mahasiswa dan pelajar Indonesia menjadi penetrasi pengguna internet tertinggi dengan masing-masing 89,7 persen dan 69,8 persen. Ini merupakan bukti bahwa ketergantungan pelajar-pelajar Indonesia terhadap internet semakin meningkat dan tentunya dapat memicu problematika, jika penggunaan internet di kalangan pelajar tidak dilakukan secara bijak dan pintar.
Pada hasil survei berdasarkan usia, kategori pelajar yang umumnya berada pada rentang usia 10-24 tahun menjadi urutan ketiga komposisi pengguna internet di Indonesia dengan persentase 18,4 % dan total sekitar 24,4 juta pengguna internet pada tahun 2016.
Berdasarkan fakta-fakta hasil penelitian di atas, perkembangan teknologi dan komunikasi tentu memberikan tantangan dalam pendidikan anak di zaman sekarang. Besarnya jumlah pengguna internet dari kalangan pelajar perlu menjadi perhatian bagi dunia pendidikan. Berbagai konten terdapat dalam internet, baik positif maupun negatif. Penyalahgunaan internet seperti mengakses konten negatif akan berpengaruh bagi tumbuh kembang anak. Selain itu, penyalahgunaan teknologi dan komunikasi juga dapat mengakibatkan berbagai permasalahan dalam perilaku anak, misalnya kecanduan bermain game, ketergantungan berlebihan terhadap media sosial, bullying, prestasi dan motivasi belajar yang menurun, dan lain-lain.
PELIBATAN KELUARGA SEBAGAI PONDASI UTAMA PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN ANAK DI ERA DIGITAL
Seperti yang telah saya tuliskan pada awal tulisan bahwa ‘the foundation of everything is a good family“. Menjadi ‘a good family‘, khususnya dalam menanamkan pendidikan anak di era digital ini tentu tidaklah sama dengan menjadi ‘a good family‘ pada era sebelum mengenal digitalisasi. Maka, bagaimana pun pelibatan keluarga tetap memiliki peran sentral sebagai pondasi utama penyelenggaraan pendidikan anak, khususnya pada era digital yang penuh tantangan ini.
“Setiap perubahan, meskipun perubahan yang lebih baik, pasti ada ketidaknyamanan. Ketidaknyamanan itulah yang harus diadaptasi menjadi kenyamanan.” Anonim
Pelibatan keluarga pada penyelenggaraan pendidikan anak secara intensif sangat membantu untuk mendukung terwujudnya ekosistem pendidikan yang aman, nyaman dan menyenangkan bagi tumbuh kembang anak. Hal ini didukung oleh Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 30 Tahun 2017 tentang Pelibatan Keluarga pada Penyelenggaraan Pendidikan.
Pelibatan keluarga dalam mendidik anak di era digital juga diharapkan mampu menjaga anak agar terhindar dari segala bentuk penyalahgunaan teknologi dan informasi di era digital serta mampu menumbuhkembangkan karakter dan budaya berprestasi dan berbagai potensi lainnya dengan memanfaatkan berbagai macam konten positif yang dapat ditemukan di berbagai sumber melalui internet, baik situs atau website, aplikasi pembelajaran, atau pun platform-platform digital lainnya.
KONSEP DAN CARA BAGI ORANG TUA DALAM RANGKA MENDIDIK ANAK DI ERA DIGITAL
Berdasarkan informasi dan pengetahuan yang saya dapatkan dari situs Sahabat Keluarga tentang materi Pelatihan atau Bimbingan Teknis ‘Mendidik Anak di Era Digital’ yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga pada tahun 2017, berikut adalah konsep dan cara yang bisa dilakukan oleh para orang tua dalam mendidik anak-anaknya di era digital.
1. Memahami Anak Sebagai Generasi Digital dan Orang Tua Sebagai Imigran Digital
Generasi Digital adalah Individu yang lahir setelah adopsi teknologi digital, sedangkan Generasi Imigran Digital adalah Individu yang lahir sebelum munculnya teknologi digital. Dalam hal ini, berarti seorang anak yang lahir pada era milenium atau abad 21 adalah generasi digital dan orang tua merupakan generasi imigran digital.
“Anak-anak generasi masa kini merupakan generasi digital native, yaitu mereka yang sudah mengenal media elektronik dan digital sejak lahir.” (Ikatan Dokter Anak Indonesia)
2. Memahami Manfaat Teknologi Digital Secara Benar dan Maksimal
Setelah memahami perbedaan antara generasi digital dan generasi imigran digital, orang tua sebaiknya memahami secara benar dan maksimal tentang manfaat teknologi digital agar tidak kalah atau ketinggalan informasi dari anak di rumah. Manfaat teknologi digital yang perlu diketahui dan dipahami oleh setiap orang tua antara lain: sebagai sumber informasi, membangun kreativitas, mempermudah komunikasi, pembelajaran jarak jauh, adanya jejaring sosial, mendorong pertumbuhan usaha serta memperbaiki pelayanan publik.
3. Memahami Ancaman-Ancaman Era Digital Bagi Anak
Orang tua diharapkan mampu melindungi anak-anak dari ancaman era digital, tetapi tidak menghalangi potensi manfaat yang bisa ditawarkannya. Berbagai ancaman era digital yang menghantui setiap anak akan sangat mempengaruhi proses tumbuh kembang anak, baik secara fisik maupun psikis. Ancaman-ancaman tersebut seperti kesehatan mata anak, masalah tidur, kesulitan konsentrasi, menurunnya prestasi belajar, perkembangan fisik yang tidak optimal, sulit bersosialisasi serta tertundanya perkembangan bahasa anak (bagi balita).
4. Mendampingi Anak dan Mengatur Penggunaan Perangkat Digital
Dalam rangka mendidik anak di era digital, salah satu hal yang perlu dilakukan oleh orang tua adalah mendampingi anak sebagai generasi generasi digital serta mengatur penggunaan perangkat digital. Namun sebelumnya, orang tua pun diharapkan menambah dan memperkaya pengetahuannya tentang hal-hal yang berhubungan dengan dunia digital, khususnya berbagai aktivitas digital yang sering dilakukan oleh anak, seperti Media Sosial Instagram, Facebook, Youtube atau berbagai aplikasi digital hiburan lainnya.
Langkah-langkah selanjutnya antara lain: mengatur dan mengarahkan anak tentang penggunaan perangkat digital dengan komunikasi yang jelas dan efektif, mengimbangi waktu menggunakan media digital dengan interaksi di dunia nyata, meminjamkan anak perangkat digital sesuai keperluan, memilihkan situs, program atau aplikasi positif, mendampingi dan meningkatkan interaksi dengan anak selama menggunakan media digital, menjadi contoh dalam menggunakan media digital secara bijak, dan terakhir jangan lupa untuk menelusuri berbagai aktifitas anak di dunia maya, bisa menggunakan program piranti lunak penyaring (web-filtering).
5. Penggunaan Media Digital Sesuai Usia dan Tahap Perkembangan Anak
Orang tua memberikan izin penggunaan perangkat digital kepada anak berdasarkan kesesuian usia dan tahap perkembangan anak. Pada rentang usia anak batita atau bayi di bawah tiga tahun hingga remaja usia 18 tahun, semuanya harus selalu berada pengawasan dan monitor orang tua. Salah satu contoh penting yang perlu diperhatikan orang tua terkait dengan kesesuaian usia, misalnya menghindari tayangan iklan atau program di media digital dengan konten yang tidak tepat dengan usia anak (merokok, kekerasan, pornografi, dsb) dan berbagai hal lainnya yang cenderung membawa anak-anak kepada hal yang negatif.
KESIMPULAN
Tantangan dalam pendidikan anak di masa kini perlu disikapi bersama. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat memiliki peran sentral dalam pendidikan anak. Pelibatan keluarga dalam penyelenggaraan pendidikan anak perlu ditingkatkan dan diutamakan sehingga akan mendukung terwujudnya ekosistem pendidikan yang aman, nyaman dan menyenangkan bagi tumbuh kembang anak.
Tentunya saya sepakat dengan quote, ‘the foundation of everything is a good family‘. Karena sebuah keluarga dengan pendidikan dan lingkungan yang baik akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak dan menjadi pondasi ekosistem yang baik bagi pendidikan anak, khususnya di era digital yang dipenuhi berbagai macam problematika ini.
Dan terakhir, untuk para #SahabatKeluarga dimana pun berada, ingatlah bahwa setiap detik yang kita habiskan bersama keluarga adalah sangat berharga. Maka, manfaatkanlah dengan baik dan jangan sia-siakan! 🙂
#SahabatKeluarga
Sumber Referensi:
- Materi Bimtek, Mendidik Anak di Era Digital, (https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/l)
- Cara Orang Tua di Jepang Mendidik Anak. Layak Ditiru!! (https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/)
- https://www.educenter.id/berkaca-dari-sistem-pendidikan-anak-di-jepang-untuk-anak-lebih-mandiri-dan-kreatif/
- https://apjii.or.id/downfile/file/surveipenetrasiinternet2016.pdf
6 Komentar
alfianhoki · Agustus 26, 2018 pada 10:08 am
wuowww……! Ane baru tau Ente udah pernah pergi Ke jepang Sob, pantesan aja waktu ketemu kemaren berasa liat aktor jepang ^_^
btw sepakat nih dengan tulisannya, peran orang terdekat terutama orang tua itu besar banget pengaruhnya untuk anak dan generasi Indonesia. Ayo dong pemerintah dukung orang tua untuk menciptakan generasi terbaik Indonesia dengan menyediakan konten positif di televisi dan internet.
nais artikel Sob
Salam blogger dan salam HOKI
Firmansyah · Agustus 26, 2018 pada 7:16 pm
Thank you mas Alfian. 🙂
Iya itu ke Jepang nya gak lama kok. Hehe. Tapi Alhamdulillah, banyak pelajaran, pengalaman dan inspirasi. Setuju mas, selain peran keluarga, pemerintah juga spertinya memiliki andil yang cukup besar untuk menciptakan generasi masa depan Indonesia yang baik ya.
Nabilla Putri · Agustus 29, 2018 pada 9:54 pm
Aku pernah ke Jepang juga tahun 2013 dan betul banget mas, pendidikan mereka baik formal maupun di luar kelas itu patut ditiru.
Firmansyah · Agustus 29, 2018 pada 10:18 pm
Iya betul ya mbak. Makanya saya jadikan Jepang sebagai inspirasi pendidikan keluarga bagi Indonesia.
Ameliasepta · September 3, 2018 pada 11:51 am
Woaaahh keren sekali tulisannya mas firman! Inspiratif. Semoga dengan sadarnya peran keluarga dalam tumbuh kembang si anak mampu menjadikan generasi bangsa kita lebih cerdas yah :3
Firmansyah · September 3, 2018 pada 1:42 pm
Terima kasih ya mbak Amelia. Hehee… Aaamiin. Semoga ya mbak.