Dewasa ini, siapa sih yang tidak pernah melakukan transaksi secara digital?

Hampir sebagian besar orang di Indonesia dan dunia kini semakin terbiasa dengan hadirnya digitalisasi dalam berbagai lini kehidupan untuk mendukung dan mempermudah kebutuhan hidup sehari-hari, khususnya bagi kalangan generasi milenial dan generazi Z yang sudah jauh lebih akrab dengan teknologi dan dunia digital.

Transaksi digital memang bukanlah hal baru di masyarakat. Hal ini terlihat dari meningkatnya volume transaksi yang banyak dilakukan melalui transaksi elektronik. Menjamurnya berbagai jaringan serta pilihan e-wallet dan e-money dibarengi dengan beragam kemudahan dan efisiensi menjadi faktor pendukung berkembangnya transaksi digital.

Kini, tentu sudah menjadi suatu pemandangan yang awam tatkala melihat orang-orang sedang asyik dan sibuk dengan gawainya masing-masing untuk melakukan transaksi belanja online, pembayaran jasa, berkirim uang, dan lain sebagainya.

Transaksi Digital Bersemi di Tengah Masa Pandemi

Seolah layaknya hikmah yang bersemi pasca tragedi, transaksi digital juga menorehkan rekor tersendiri selama masa pandemi Covid-19 di tanah air. Di balik fakta pahit bahwa Indonesia mengalami resesi selama dua kuartal berturut-turut, ternyata peran transaksi digital menjadi sangat diandalkan ketika ekonomi bangsa Indonesia mengalami keterpurukan. Konsumsi dan jasa melalui transaksi digital selama pandemi terus meningkat, sehingga membawa angin segar untuk pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Namun, jauh sebelum pandemi memorak-porandakan situasi dunia, sejak tahun 2014 Bank Indonesia sebenarnya sudah mencanangkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan instrumen non tunai, sehingga berangsur-angsur terbentuk suatu komunitas atau masyarakat yang lebih menggunakan instrumen non tunai (Less Cash Society/LCS), khususnya dalam melakukan transaksi atas kegiatan ekonominya. 

Tidak heran, pandemi virus berbahaya yang hingga kini masih menghantui semakin memacu semangat Bank Indonesia untuk secara masif dan kontinu menganjurkan masyarakat dalam hal penerapan transaksi non tunai atau digital selama masa pandemi.

Meningkatnya penggunaan transaksi digital oleh masyarakat Indonesia bukanlah sekadar isap jempol belaka. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan data statistik riset terbaru yang dilaporkan oleh Bank Indonesia pada Januari 2021 sebagaimana dipublikasikan oleh situs Databoks pada gambar di atas.

Melalui statistik tersebut dapat disimpulkan bahwa digitalisasi sistem pembayaran sangat berpengaruh dalam mendorong pesatnya transaksi ekonomi digital melalui e-commerce di tengah masa pandemi Covid-19. Terdapat kenaikan nominal transaksi e-commerce sebanyak 29,6% dari total nominal transaksi Rp 205,5 triliun pada tahun 2019 menjadi Rp 266,3 triliun pada tahun 2020 yang lalu.

Sejalan dengan pesatnya transaksi e-commerce tersebut, transaksi pembayaran digital juga meningkat pesat yang tercermin dari volume penggunaan uang elektronik dalam transaksi e-commerce. Menurut Bank Indonesia, kenaikan volume tersebut menyebabkan pangsa penggunaan uang elektronk dalam transaksi e-commerce pada kuartal IV 2020 mencapai 41,71%, jauh melebihi pangsa penggunaan metode transfer bank dan tunai yang masing-masing hanya mencapai sekitar 20,23% dan 19,01%.

Tidak dapat dipungkiri, berbicara tentang transaksi digital memang sangat lekat kaitannya dengan generasi milenial dan generasi Z atau Gen Z. Riset Katadata Insight Center (KIC) mencatat mayoritas Gen Z (usia 15-22 tahun) paling sering menggunakan Shopee Pay dan e-money untuk bertransaksi selama tiga bulan terakhir pada tahun 2020. Tercatat, masing-masing 77,8% dan 75% responden memilih metode pembayaran digital tersebut.

Selanjutnya, para responden Gen Z sisanya memilih menggunakan metode pembayaran dompet digital lainnya, seperti DANA, LinkAja, dan OVO masing-masing 60%, 50%, dan 30%. Menurut KIC, riset tersebut dilakukan selama tiga bulan dengan melibatkan sebanyak 1.155 responden pengguna internet yang berasal dari 33 provinsi di Indonesia.

Selain itu, transaksi menggunakan QR Code Indonesian Standard (QRIS) juga meningkat pesat pada masa pandemi Covid-19. Sebagai informasi, QRIS adalah standar kode respons cepat untuk pembayaran melalui aplikasi uang elektronik yang diluncurkan oleh Bank Indonesia. Dengan tujuan untuk mengefisienkan transaksi non tunai serta mencegah munculnya berbagai dampak negatif dan menimbulkan kerugian, seperti scamming dan lain sebagainya.

Bank Indonesia mencatat, saat ini QRIS telah tersambung dengan sekitar 5,8 juta pedagang (merchant) ritel nasional per 30 Desember 2020. Angka ini meningkat 88% dari 22 Maret 2020 yang sebanyak 3,1 merchant. Sebagian besar merchant adalah UMKM dari Usaha Mikro sebanyak 3,6 juta dan 1,3 juta Usaha Kecil. Peningkatan penggunaan QRIS pada Usaha Kecil pun tertinggi, yaitu 316% dari jumlahnya yang masih 304,4 ribu pada 22 Maret 2020.

Sementara pengguna QRIS pada merchant lainnya terdapat 310,7 ribu Usaha Besar, 558,5 ribu Usaha Menengah, dan 14,7 ribu Donasi/Sosial. Bank Indonesia menyebutkan, melalui QRIS maka digitalisasi UMKM dapat lebih cepat tumbuh dan berkembang sehingga mendukung inklusi ekonomi dan keuangan nasional, termasuk ketersediaan data UMKM yang selama ini menjadi salah satu kendala dalam pengembangan UMKM.

Transaksi Digital, Semakin Santai Pakai Non Tunai

Banyak pihak yang memprediksi bahwa transaksi secara non tunai dan digital akan semakin banyak digunakan setelah pandemi berakhir. Disadari atau tidak, aplikasi untuk penggunaan transaksi secara digital seperti e-wallet tidak lagi dipilih konsumen karena faktor adanya promo-promo yang menarik, melainkan sudah berubah menjadi sebuah kebutuhan yang memudahkan.

Pada masa pandemi, kecenderungan konsumen memilih contact less payment atau transaksi digital sebagian memang didorong oleh rasa kekhawatiran akan terjadinya penularan virus korona melalui peredaran uang tunai di masyarakat, sehingga uang tunai acap kali dianggap sebagai salah satu sumber penularan virus korona yang cepat dan riskan.

Namun demikian, riset yang dilakukan oleh Katadata Insight Center (KIC) pada Oktober 2020 mencatat sejumlah faktor yang menjadi pertimbangan utama konsumen dalam memilih layanan transaksi digital. Mayoritas responden atau 62,2% di antaranya sepakat bahwa faktor keamanan menjadi yang terpenting. Faktor pertimbangan lainnya yakni mudah digunakan (56,8%), kenyamanan (54,6%), dan kepraktisan (53,3%).

Selain itu, bukan hanya faktor-faktor pertimbangan di atas yang membuat banyak pihak akhirnya memilih untuk melakukan transaksi secara digital. Melainkan karena adanya beragam manfaat dan keuntungan yang dapat diperoleh dari proses transaksi digital dan sangat berguna bagi kemajuan ekonomi nasional.

Apa saja manfaat dan keuntungan transaksi digital bagi ekonomi nasional?

Bagi Anda yang sudah terbiasa melakukan transaksi secara digital, berikut ini setidaknya ada empat manfaat dan keuntungan dari digitalisasi transaksi bagi ekonomi nasional yang perlu untuk diketahui.

  1. Akses menjadi lebih mudah terhadap produk yang beragam dengan harga yang kompetitif 
  2. Biaya operasional dan modal dapat ditekan semaksimal mungkin
  3. Memberikan kontribusi dalam mendorong transmisi dan kebijakan ekonomi
  4. Membantu meningkatkan kecepatan perputaran uang sehingga diharapkan dapat meningkatkan ekonomi masyarakat

Dengan hadirnya berbagai keunggulan dan keuntungan yang ditawarkan oleh digitalisasi transaksi, maka tidak heran bila setiap orang dapat merasakan aman, nyaman, mudah, praktis, dan pastinya tetap #SantaiPakaiNonTunai.

Bank Indonesia Siap Beraksi untuk Penguatan Digitalisasi Transaksi

Dikutip dari laman ekonomi.bisnis.com, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti mengatakan bahwa kontraksi ekonomi di masa pandemi memberikan ruang bagi transaksi digital sebagai mesin pertumbuhan baru dalam menciptakan peluang baru.

Perubahan perilaku new normal mendorong masyarakat untuk beralih kepada aktivitas transaksi digital. Maka, inovasi penguatan digitalisasi transaksi perlu dilakukan dan dimanfaatkan sebagai peluang dalam mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi dengan tetap memperhatikan risiko yang ada.

Sebagai langkah nyata mewujudkan inovasi tersebut, berikut ini adalah beberapa langkah penguatan digitalisasi transaksi yang dilakukan oleh Bank Indonesia, antara lain:

  1. Penguatan ketentuan dengan adanya tiga dasar peraturan Bank Indonesia
  2. Peluncuran QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard)
  3. Pencanangan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025
  4. Fasilitas pembangunan ekosistem digitalisasi ekonomi dan keuangan
  5. Penyelenggaraan Festival Edukasi Bank Indonesia (FESKABI)

Untuk informasi lengkap seputar penguatan digitalisasi transaksi bisa dilihat dan dibaca pada infografis Bank Indonesia yang diambil dari akun Instagram Bank Indonesia berikut ini.

Meneropong dan Menyongsong Masa Depan Ekonomi Nasional

Melihat perkembangan yang dilakukan pemerintah melalui Bank Indonesia dalam beberapa tahun terakhir rasanya patut untuk diacungi jempol. Sebagai warga negara yang baik, maka perlu dipahami dan disepakati bersama bahwa atensi pemerintah terhadap pertumbuhan transaksi digital mau tidak mau harus dibarengi dengan pengelolaan aksesibilitas internet yang memadai bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Selain itu, untuk menyongsong masa depan ekonomi nasional yang lebih baik maka perlu kesiapan masyarakat untuk merespon perkembangan internet yang pesat, apalagi jika menyangkut uang digital. Marak penipuan yang mengatasnamakan e-commerce dengan iming-iming undian dan lain sebagainya. Jika tidak teliti, bisa-bisa akun e-commerce dan dompet digital berpindah tangan ke oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.

Menggunakan platform digital haruslah dibarengi dengan pengetahuan yang seimbang. Di negara berkembang dengan masyarakat yang tingkat pendidikannya masih terbilang rendah, literasi digital menjadi sebuah persoalan. Maka, literasi digital menjadi hal yang sangat penting dan tidak bisa ditawar.

Ekonomi digital yang merupakan akulturasi antara teknologi informasi dan ekonomi ini membutuhkan pemahaman yang cukup tinggi. Setidaknya, pelaku ekonomi digital memiliki pemahaman mendasar tentang penggunaan teknologi dan sistem ekonomi.

Jadi? Yuk, kita tingkatkan literasi digital dan manfaatkan transaksi digital untuk kemajuan ekonomi nasional!

 

Sumber referensi pendukung:

  • Akun Media Sosial Bank Indonesia dan MetroTV
  • https://ekonomi.bisnis.com/read/20201111/9/1316500/selama-pandemi-transaksi-online-ikut-jadi-mesin-pertumbuhan-ekonomi 
  • https://www.beritasatu.com/ekonomi/700711/ekonomi-digital-ekonomi-masa-depan 
  • https://katadata.co.id/ekarina/brand/5fa3754f05503/pembayaran-nontunai-makin-akan-banyak-digunakan-setelah-pandemi
  • https://katadata.co.id/pingitaria/digital/5ff87f0aee5ae/transaksi-digital-melonjak-bi-rombak-aturan-sistem-pembayaran 
  • https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/10/28/keamanan-faktor-pertimbangan-utama-konsumen-memilih-layanan-pembayaran-digital 
  • https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/11/03/gen-z-paling-sering-gunakan-shopee-pay-e-money-untuk-bertransaksi 
  • https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/01/29/nilai-transaksi-e-commerce-mencapai-rp-2663-triliun-pada-2020
  • https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/01/29/umkm-pengguna-qris-meningkat-316-selama-pandemi-covid-19 
How many stars for this post?

2 Komentar

Hendra Suhendra · Februari 1, 2021 pada 1:27 pm

Selalu superb tulisane. Saya juga suka banget pakai dompet digital, banyak promo, praktis, simpel, dan cepat. Semoga kita sama-sama good luck 👍👍

Like it?

    Firmansyah · Februari 1, 2021 pada 1:53 pm

    Terima kasih sudah mampir dan membaca, Mas Hendra. Hehe.
    Setuju. Pakai dompet digital memang lebih banyak keunggulannya ya, Mas.

    Salam hangat.

    Like it?

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: