Halo Sobat Bang Firman’s Blog …

Seiring dengan kian pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, arus globalisasi juga semakin menyebar ke segenap penjuru bumi. Penyebarannya berlangsung secara cepat dan meluas, tak hanya terbatas pada negara-negara maju dengan pertumbuhan ekonomi tinggi, tetapi juga melintasi batas negara-negara berkembang dan miskin dengan pertumbuhan ekonomi rendah. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dengan derasnya arus globalisasi merupakan dua proses yang saling terkait satu sama lain. Keduanya saling mendukung. Tak ada globalisasi tanpa kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pun akan berjalan lambat jika masyarakat tidak berpikir secara global.

Berbicara tentang perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, pernahkah Anda mendengar ungkapan singkat berbahasa Jawa berikut ini? 

“Setiti Ngati-Ati”

~ Anonim ~

Maraknya kemajuan teknologi dan penyebaran informasi di seluruh pelosok negeri, memaksa kita untuk bijak dalam menggunakan dan memanfaatkan kecanggihan teknologi, salah satunya selalu berhati-hati dalam memilah dan memilih informasi yang beredar. Ungkapan yang berasal dari masyarakat Jawa tersebut, sejatinya menasihati dan mengingatkan kita untuk sebaiknya meneliti dan berhati-hati terhadap informasi yang diperoleh serta memikirkan dampak yang akan terjadi sebelum menindaklanjuti.

Ungkapan Jawa tersebut tentu saja sangat sesuai dengan konteks kehidupan kita saat ini di mana laju informasi bergerak sangat cepat, sangat mudah diakses kapan pun dan di mana pun, sehingga kehadirannya tak terbendung dan tak luput dari ruang lingkup kehidupan kita sehari-hari. Saking berlimpahnya informasi yang kita peroleh dengan cepat dan mudah, tidak sedikit pula yang pada akhirnya menyebarkan konten palsu atau hoaks, non-edukatif, berisikan isu SARA, bahkan konten-konten informasi yang memicu polemik dan kontroversi. Maka, seyogianya kita lebih teliti dan berhati-hati dalam menerima dan menyebarkan informasi. 

Seperti yang telah penulis ungkapkan sebelumnya, derasnya arus globalisasi dan kemajuan teknologi informasi menjadikan dunia seolah nyaris tanpa batas. Peristiwa yang terjadi di suatu tempat dengan hanya beberapa detik saja, sudah dapat diketahui di belahan dunia lain yang bahkan jaraknya beribu-ribu kilometer dari tempat kejadian. Ini artinya kemajuan teknologi informasi berperan penting dalam memengaruhi seluruh dunia, tanpa terkecuali di Indonesia.

Pengaruh globalisasi yang mudah sekali menyebar dari berbagai media informasi yang acap kali sulit untuk dibedakan kebenaran dan kebohongannya, serta sulit disaring sisi positif dan negatifnya, akan mengganggu eksistensi budaya bangsa, khususnya budaya lokal yang dikhawatirkan mulai terkikis nilai-nilai luhurnya. 

Beberapa contoh permainan tradisional yang mulai terkikis oleh digitalisasi

Dengan terkikisnya budaya lokal Indonesia, maka bangsa Indonesia akan kehilangan karakter dan identitasnya, serta jati diri Indonesia pun akan hilang tergilas. Terlihat dari masyarakat Indonesia saat ini, sudah jarang ditemukan yang masih menanamkan nilai-nilai lokal terutama pada generasi muda. Akibatnya, banyak generasi muda yang keluar jalur dan lebih bangga mengikuti western lifestyle daripada budaya dan gaya hidup bangsanya sendiri.

Salah satu contoh otentik terkikisnya budaya lokal di sekitar kita adalah pudarnya budaya memainkan permainan tradisional oleh anak-anak zaman sekarang di Indonesia. Permainan anak-anak zaman dahulu seperti bermain congklak, bermain layang-layang, bermain petak umpet, bermain lompat tali, bermain egrang, dan lain sebagainya sudah jarang terlihat dimainkan, bahkan hilang tergantikan dengan kehadiran gadget dan online game, sehingga tidak heran bila anak-anak zaman sekarang cenderung menjadi lebih individualis dan materialistis.

Beberapa tarian tradisional di Jogja yang mulai kehilangan pamor dan harus bersaing dengan budaya dan tarian modern.

Contoh lainnya, remaja zaman sekarang lebih cinta dengan budaya negara lain, seperti K-Pop (Korean Pop), budaya barat, bahkan hingga menari tarian modern (modern dance) daripada tarian tradisional. Hal ini tentunya akan menjadi suatu masalah serius jika terus dibiarkan dalam jangka waktu yang panjang. Sungguh, eksistensi budaya lokal dalam keadaan kritis.

Pemandangan berbeda terjadi pada negara-negara di Asia Timur seperti Tiongkok, Jepang, dan Korea yang masih kuat dalam mempertahankan budayanya. Ketiga negara tersebut tergolong kategori negara maju, namun nilai-nilai lokal di negaranya selalu mereka bawa dalam diri masyarakatnya. Misalnya, ketika negara tersebut membuat atau memproduksi berbagai macam barang, mulai dari mainan, kosmetik, hingga barang elektronik, mereka selalu dengan bangga dan percaya diri menggunakan bahasa mereka sendiri, bukan dengan bahasa Inggris. 

Dengan latar permasalahan di atas, situasi yang kemudian muncul adalah Indonesia menjadi salah satu pasar potensial berkembangnya budaya asing milik negara maju berkekuatan besar. Situasi ini tentunya mengancam eksistensi budaya-budaya lokal yang telah lama menjadi tradisi dalam kehidupan sosio kultural masyarakat Indonesia. Daya tahan budaya lokal benar-benar sedang diuji dalam menghadapi penetrasi budaya asing yang mengglobal tersebut, sehingga keduanya terkesan bersaing untuk menjadi budaya yang dianut oleh masyarakat. 

Berbicara tentang budaya, tentu Indonesia adalah surganya. Tidak ada negeri di dunia ini yang memiliki keanekaragaman budaya sebanyak yang dimiliki Tanah Air Indonesia. Salah satu daerah atau provinsi yang pastinya patut dijadikan contoh baik dalam menjaga akar budaya lokal, tidak lain adalah Daerah istimewa Yogyakarta (DIY), atau kita lebih familiar menyebutnya Jogja. Dengan penamaan provinsinya saja yaitu Daerah Istimewa, serta slogan yang diusung pemerintah untuk pariwisata ‘Jogja Istimewa‘, cukup menjadikannya sebagai daerah yang sangat menjanjikan sebagai destinasi wisata budaya.

Namun di sisi lain, Jogja tentu juga harus siap menerima tantangan derasnya arus budaya asing yang memasuki relung kehidupan masyarakatnya. Maka, menguatkan budaya lokal hingga ke akarnya adalah suatu keharusan yang tidak bisa ditawar.

Memori ‘Explore Jogja’ yang saya lakukan beberapa tahun lalu dengan mengunjungi beberapa spot wisata budaya dan alam yang populer di Jogja.

Ternyata, berbicara tentang Jogja itu tidak melulu seputar destinasi wisatanya yang terkenal bahkan hingga mancanegara. Lebih dari itu, Jogja adalah tentang keistimewaan pada kehidupan masyarakatnya dan budaya yang berkembang di dalamnya. Memang benar, saya akui orang Jogja itu berhati nyaman, karena saya merasakannya sendiri.”

Setidaknya seperti itulah ungkapan yang bisa mewakili apa yang telah saya rasakan selama beberapa hari mengeksplorasi Jogja sekitar empat tahun silam. Jogja itu lebih dari sekadar destinasi traveling untuk para pelancong, baik dari dalam maupun luar negeri. Jogja itu berbeda dan memiliki suatu keistimewaan yang tidak dimiliki daerah lainnya di Indonesia.

Sebagai daerah yang sarat akan nilai-nilai budaya lokal yang masih mengakar kuat di nadi masyarakatnya, membuat Jogja dinilai bukanlah sebuah kota semata, tapi ia adalah kota yang penuh makna. Kita bisa mendapati makna tersembunyi dan filosofis dari berbagai hal di Jogja. Mulai dari baju, pohon yang ditanam di pinggir jalan, bangunan keraton, hingga tata ruang kotanya. Hampir segala hal di Jogja memiliki makna filosofis yang berlandaskan pada kearifan lokal dan nilai-nilai akar budaya. 

Seperti halnya makna filosofis yang terkandung dalam Sumbu Filosofi Jogja, Anda pernah mendengarnya?

Peta Gambaran Sumbu Filosofi Jogja

Sumbu Filosofi merupakan konsep penataan ruang Keraton Yogyakarta yang merupakan perwujudan dari simbul daur hidup manusia yang diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwono I. Daur hidup manusia yang berupa kelahiran (sangkan), pernikahan (kedewasaan), dan kembali kepada Sang Pencipta (paran) atau bisa disebut sebagai Sangkan Paraning Dumadi (asal dan tujuan dari ada). Konsep tiga ritus utama daur hidup manusia ini diwujudkan dalam tata ruang Keraton Yogyakarta yang berbentuk warisan budaya arsitektur, yaitu Panggung Krapyak, Keraton Yogyakarta, dan Tugu Pal Putih Yogyakarta.

Gambaran Penjelasan Makna Sumbu Filosofi Jogja

Singkatnya, makna filosofis keraton yang berdiri di tengah-tengah bentangan dua sungai di Jogja melambangkan sifat normatif seorang manusia. Bila ditarik garis lurus dari Panggung Krapyak di sebelah selatan hingga sampai Tugu Pal Putih di sebelah utara Keraton, maka filosofi tersebut memiliki makna yang menggambarkan perjalanan hidup manusia sejak lahir, hingga menemui ajalnya.

Begitulah makna Sumbu Filosofi Jogja, salah satu filosofi yang mewakili banyak hal di Jogja tentang memaknakan filosofi yang berlandaskan pada kearifan lokal dan nilai-nilai akar budaya. 

Keberhasilan budaya asing masuk ke Indonesia dan Jogja khususnya sehingga memengaruhi perkembangan budaya lokal, disebabkan oleh kemampuan budaya asing dalam memanfaatkan kemajuan teknologi informasi secara maksimal. Di era global, siapa yang menguasai teknologi informasi memiliki peluang lebih besar dalam menguasai peradaban dibandingkan yang lemah dalam pemanfaatan teknologi informasi. Karena itu, strategi yang harus dijalankan adalah memanfaatkan akses kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sebagai pelestari dan pengembang nilai-nilai dan akar budaya lokal.

Budaya lokal yang khas dapat menjadi suatu produk yang memiliki nilai tambah tinggi apabila disesuaikan dengan perkembangan media komunikasi dan informasi. Harus ada upaya untuk menjadikan media sebagai alat untuk memasarkan budaya lokal ke seluruh dunia. Jika ini bisa dilakukan, maka daya tarik budaya lokal akan semakin tinggi, sehingga dapat berpengaruh pada daya tarik lainnya, termasuk ekonomi dan investasi. Untuk itu, dibutuhkan kerjasama antara pemerintah dan berbagai media bertaraf nasional dan internasional yang mampu meningkatkan peran kebudayaan lokal di pentas dunia.

Sejauh ini, Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) telah melakukan berbagai solusi alternatif dan inovasi untuk menguatkan akar budaya lokal dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi. Seperti pembuatan aplikasi bertajuk ‘Jogja Istimewa Apps’ yang berisikan konten-konten seputar Ensiklopedia Warisan dan Budaya Jogja, Wisata Jogja, Kuliner Jogja, Kerajinan Jogja, Informasi Akomodasi di Jogja, Layanan Publik di Jogja, hingga Jadwal Event Menarik di Jogja. Aplikasi ini tentunya cukup efektif dan bermanfaat untuk membantu menggaungkan budaya lokal Jogja ke ranah yang lebih luas. 

Selain itu, untuk mendukung aktivitas digital masyarakat Jogja bersama internet, Diskominfo Jogja juga sudah menyediakan layanan WIFI Publik secara gratis yang dapat diakses di berbagai titik lokasi terbuka atau publik, seperti tempat-tempat wisata, alun-alun, kantor pemerintahan, balai warga, pasar, serta ruang-ruang publik lainnya yang berada di titik strategis lainnya. 

Berbagai fasilitas dan kegiatan-kegiatan lain pun tak luput dari perhatian Pemda dan Diskominfo Jogja dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya perkembangan teknologi informasi untuk dipelajari, seperti penyediaan Coworking Space, pemberdayaan komunitas, melaksanakan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat, menggemakan literasi digital seputar Jogja dan bijak menggunakan media sosial kepada netizen Jogja, hingga mengadakan lomba-lomba dan pagelaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Deretan layanan dan kegiatan positif tersebut tentunya sangat bermanfaat demi mendukung penguatan akar budaya lokal agar tidak mudah tergerus oleh budaya asing.

Dalam proses modernisasi dan globalisasi, berbagai kebudayaan lokal termasuk budaya lokal di Jogja harus mampu dan turut membangun dan memperkuat identitas serta karakter bangsa. Harus diakui bahwa modernisasi dan globalisasi mulai menggeser kebudayaan lokal dan nilai-nilai tradisi, termasuk kekayaan budaya di Jogja. Akibatnya, akar budaya lokal menghadapi ancaman serius dari budaya asing yang mampu secara cepat masuk ke dinamika kehidupan masyarakat lokal melalui media komunikasi dan informasi.

Menyikapi persoalan tersebut, dibutuhkan strategi yang tepat agar budaya lokal tidak semakin tergerus oleh budaya asing dan secara perlahan berpotensi melenyapkan. Strategi yang bisa dijalankan adalah pembangunan jati diri bangsa untuk memperkukuh identitas kebangsaan, pemahaman filosofis budaya kepada seluruh kalangan masyarakat, penerbitan peraturan daerah yang melindungi budaya lokal, serta memanfaatkan teknologi informasi untuk mengenalkan budaya lokal ke masyarakat dunia.

Khusus untuk poin terakhir, perlu ditekankan bahwa siapa pun yang menguasai teknologi informasi cenderung memiliki peluang lebih besar dalam menguasai peradaban dibandingkan yang lemah dalam pemanfaatan teknologi informasi. Karena itu, salah satu strategi kekinian yang harus dijalankan adalah dengan memanfaatkan akses kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sebagai pelestari dan pengembang nilai-nilai dan akar budaya lokal. 

Jogja sebagai salah satu daerah di Indonesia yang memiliki banyak keistimewaan budaya dan warisan telah mencoba mengembangkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi melalui berbagai solusi dan inovasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Jogja melalui Dinas Komunikasi dan Informatika, seperti pembuatan aplikasi Jogja Istimewa Apps, layanan WIFI gratis di ruang-ruang publik, pengadaan Coworking Space, pemberdayaan komunitas, sosialiasi literasi digital dan penggunaan media sosial, dan berbagai program dan kegiatan lainnya, yang semuanya bermuara kepada salah satu tujuan mulia, yaitu mampu menguatkan akar budaya lokal di Jogja. 

Mari bersama-sama merespons modernisasi dan globalisasi dengan tetap merawat dan menjunjung tinggi tradisi serta memanfaatkan perkembangan teknologi untuk menguatkan nilai-nilai akar budaya. 

 

Sumber Referensi:

 

Disclaimer:

“Tulisan ini diikutsertakan dalam kompetisi Pagelaran TIK yang diselenggarakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika DIY 2019.” 

How many stars for this post?

5 Komentar

Yudistira · September 5, 2019 pada 2:44 pm

Luar biasa, informasinya sangat bermanfaat, maju terus Jogja 🙂

Like it?

    Firmansyah · September 5, 2019 pada 3:55 pm

    Terima kasih, Mas Yudistira. Semoga tulisannya bermanfaat.
    Aaamiiin. Jogja memang keren, maju terus Jogja dan masyarakatnya! 🙂

    Like it?

Rizka Edmanda · September 5, 2019 pada 5:34 pm

aku batu tau ada jogja istimewa apps, salut sama Diskominfo Jogja pastinya inovasi ini akan memudahkan wisatawan mendapatkan informasi valid tentang Jogja ya…

Like it?

    Firmansyah · September 5, 2019 pada 11:32 pm

    Keren ya, Mbak? Diskominfo Jogja inovasinya memang patut diacungi jempol!

    Like it?

Hikmah Bersemi di Tengah Pandemi, Saatnya Gali Potensi dan Maksimalkan Teknologi Informasi – Bang Firman's Blog · Juni 17, 2020 pada 12:26 am

[…] berbagai lapisan masyarakat dan generasi untuk mulai menyesuaikan diri terhadap perkembangan dunia teknologi informasi dengan mempelajari dan memaksimalkan fungsi dan perannya yang luar […]

Like it?

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: